PENANGKAL GELOMBANG TSUNAMI WILAYAH BALI SELATAN
Pura
Penataran Agung Ped dan Pura Dalem Ped Penangkal Gelombang Tsunami Wilayah Bali
|
Melalui Semburan Atmosfer Kekuatan
Ratu Gede Nusa
Di sebuah desa, persisnya di Desa
Ped, Sampalan, Nusa Penida, ada sebuah pura yang sangat terkenal di seluruh
pelosok Bali. Pura Penataran Agung Ped nama tempat suci itu. Berada sekitar
50 meter sebelah selatan bibir pantai lautan Selat Nusa. Karena pengaruhnya
yang sangat luas yakni seluruh pelosok Bali, Pura Penataran Agung Ped
disepakati sebagai Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu dipadati pemedek untuk
memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan ketenangan. Hingga saat
ini, pura ini sangat terkenal sebagai salah satu objek wisata spiritual yang
paling diminati.
Pada awalnya, informasi tentang
keberadaan Pura Pentaran Agung Ped sangat simpang-siur. Sumber-sumber
informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan
perdebatan yang lama. Kelompok (Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku
Rumodja -- Mangku Lingsir) menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped.
Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.
Seorang penekun spiritual dan
penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya
tentang Selayang Pandang Pura Ped beranggapan bahwa kedua sebutan dari dua
versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura
Dalem Penataran Ped. Hanya, satu pihak menonjolkan penatarannya. Satu pihak
lainnya lebih menonjolkan dalemnya.
Selain itu, beberapa petunjuk yang
menyebutkan pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem. Dalam buku Sejarah Nusa
dan Sejarah Pura Dalem Ped yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata menyebutkan
Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian nama itu
dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian nama itu
setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara
beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung
kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa.
Saking saktinya, tapel-tapel itu
bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia
maupun tumbuh-tumbuhan. Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal juga sempat
kehilangan tiga buah tapel. Ternyata, begitu menyaksikan tiga tapel yang ada
di Pura Dalem Nusa itu adalah tiga tapel yang sempat menghilang dari
kediamannya. Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu
dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus
melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.
Kesaktian tiga tapel itu bukan
saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh pelosok Bali. Termasuk,
warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti
tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu,
seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem
Nusa.
Sesampainya di sana, klian subak
memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang
menyerang tanaman mereka. Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang,
penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan. Hingga akhirnya warga
subak bisa menikmati hasil tanaman seperti padi, palawija dan lainnya.
Sesuai kaulnya, warga kemudian
menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar
Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga
seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama
Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped).
Meski demikian, hal itu
seolah-olah terbantahkan. Karena seorang tokoh masyarakat Desa Ped, Wayan
Sukasta, secara tegas menyatakan bahwa nama sebenarnya dari pura tersebut
adalah Pura Penataran Agung Ped. Terbukti dari kepercayaan warga-warga
sekitar saat ini. Walaupun ada yang menyebutkan pura itu dengan sebutan Pura
Dalem, yang dimaksud bukanlah Pura Dalem yang merupakan bagian dari Tri
Kahyangan (Puseh, Dalem dan Bale Agung). Melainkan Dalem untuk sebutan Raja
yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. Dalem atau Raja dimaksud adalah
penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling, katanya.
Ada lima lokasi pura yang bersatu
pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara, sebagai tempat berstananya
Batara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai
lautan Selat Nusa. Beberapa meter mengarah ke selatan ada Pura Taman dengan kolam
mengitari pelinggih yang ada di dalamnya. Pura ini berfungsi sebagai tempat
penyucian.
Mengarah ke baratnya lagi, ada
Pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian
penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timurnya ada lagi pelebaan Ratu Mas.
Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Batara-batara
pada waktu ngusaba.
Masing-masing pura dilengkapi
pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura
masing-masing. Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah
berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan
untuk pertunjukan kesenian.
Seluruh bangunan yang ada di Pura
Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran. Kecuali
benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua arca yakni Arca Ratu Gede
Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang ada di Pelebaan
Ratu Mas. Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga
bangunan-bangunan keramat lainnya. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal
itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang
dikeramatkan tersebut.
Adanya perbaikan-perbaikan yang
secara terus-menerus itu, membuat hampir seluruh bangunan yang ada di Pura
Penataran Agung Ped terbentuk dengan plesteran-plesteran permanen dari semen
dan kapur. Termasuk asagan yang lazimnya terbuat dari bambu yang bersifat
darurat, tetapi dibuat permanen dengan plesteran semen. Paling tidak, hal itu
telah memunculkan kesan kaku bagi pura yang diempon 18 desa pakraman
tersebut. Pengemponnya mulai Desa Kutampi ke barat. Adanya sejumlah
bangunan-bangunan pura yang dikeramatkan, berdampak pada lingkungan pura.
Atmosfer keramat diyakini sudah tercipta sejak awal keberadaan pura tersebut.
|
Purusa-Pradana di Pura Dalem
Penataran Peed
|
OM Svastyastu,
Ya atmada balada yasya visva
upasate prasisam yasya devah yasya chaya-amrtam yasya mrtyuh, kasmani devaya havisa vidhema. (Rgveda.X.121.2).
Maksudnya:
Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan spiritual (rohani) dan fisikal (jasmani). Semua sinar sucinya yang disebut Deva berfungsi atas kehendak Tuhan. Kasih-Nya adalah keabadian, krodanya adalah kematian. Kami semuanya mengaturkan sembah kepada-Nya.
PURA Dalem Penataran Peed di Nusa
Penida itu adalah pura untuk memuja Tuhan Yang Mahakuasa sebagai pencipta
Purusa dan Pradana. Purusa itu adalah kekuatan jiwa atau daya spiritualitas
yang memberikan napas kehidupan pada alam dan segala isinya. Pradana adalah
kekuatan fisik material atau daya jasmaniah yang mewujudkan secara nyata
kekuatan Purusa tersebut.
Karena itu umat Hindu
berbondong-bondong rajin bersembahyang ke Pura Dalem Penataran Peed untuk
mendapatkan keseimbangan daya hidup, baik daya spiritual maupun daya fisikal.
Karena hanya keseimbangan peran dan fungsi rohani dan jasmani itulah hidup
yang harmonis di bumi ini dapat dicapai.
Pemujaan Tuhan sebagai pencipta
unsur Purusa dan Pradana ini divisualkan dalam wujud pemujaan di Pura Dalem
Penataran Peed. Visualisasi itu merupakan perpaduan konsepsi Hindu dengan
kearipan lokal Bali. Di Pura Dalem Penataran Peed ini terdapat dua arca
Purusa dan Predana dari uang kepeng yang disimpan di gedong penyimpenan
sebagai pelinggih utama di Pura Dalem Penataran Peed. Arca Purusa Predana
inilah yang memvisualisasikan kemahakuasaan Tuhan yang menciptakan
waranugraha keseimbangan hidup spiritual (Purusa) dengan kehidupan fisik
material (Predana).
Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan
Batara Siwa menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak Mundi Nusa Penida
diiringi oleh para Bhuta Kala simbol kekuatan fisik material berupa ruang dan
waktu. Bhuta itu membentuk ruang dan Kala adalah waktu. Waktu timbul karena
ada dinamika ruang. Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohini dan
berputra Dalem Sahang. Pepatih Dalem Sahang bernama I Renggan dari Jambu
Dwipa -- kompyang dari Dukuh Jumpungan.
Dukuh Jumpungan itu lahir dari
pertemuan Batara Guru dengan Ni Mrenggi, dayang dari Dewi Uma. Kama dari
Batara Guru berupa awan kabut yang disebut limun. Karena itu disebut Hyang
Kalimunan. Kama Batara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi
manusia. Setelah digembleng berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian, dan oleh
Hyang Tri Murti terus diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli
pengobatan. Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang
juga dikenal I Mecaling. Inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.
Ratu Gede Nusa ini berpenampilan
bagaikan Batara Kala. Menurut penafsiran Ida Pedanda Made Sidemen (alm) dari
Geria Taman Sanur yang dimuat dalam buku hasil penelitian Sejarah Pura oleh
Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain menyatakan sbb: saat Batara di
Gunung Agung, Batukaru dan Batara di Rambut Siwi dari Jambu Dwipa ke Bali
diiringi oleh seribu lima ratus (1.500) orang halus (wong samar).
Lima ratus wong samar itu dengan
lima orang taksu menjadi pengiring Ratu Gede Nusa atas wara nugraha Batara di
Gunung Agung. Batara di Gunung Agung memberi wara nugraha kepada Ratu Gede
Nusa atas tapa brata-nya yang keras. Atas tapa brata itulah Batara di Gunung
Agung memberi anugrah dan wewenang untuk mengambil upeti berupa korban
manusia Bali yang tidak taat melakukan perbuatan baik dan benar sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
Di Pura Dalem Penataran Peed ini
Ida Batara Dalem Penataran Peed dipuja di Pelinggih Gedong, sedangkan
Pelinggih Ratu Gede Nusa berada areal tersendiri di barat areal Pelinggih
Dalem Penataran Peed. Pelinggih Dalem Penataran Peed ini berada di bagian
timur, sedangkan Pelinggih Padmasana sebagai penyawangan Batara di Gunung
Agung berada di bagian utara dalam areal Pura Dalem Penataran Peed. Di Pura
Dalem Penataran Peed ini merupakan penyatuan antara pemujaan Batara Siwa di
Gunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura Puncak Mundi.
Dengan demikian Pura Dalem
Penataran Peed itu sebagai Pemujaan Siwa Durgha dan Pemujaan Raja disebut
Pura Dalem. Sedangkan disebut sebagai Pura Penataran Peed karena pura ini
sebagai Penataran dari Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha. Artinya,
Pura Penataran Peed ini sebagai pengejawantahan yang aktif dari fungsi Pura
Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha.
Di pura inilah bertemunya unsur
Purusa dari Batara di Gunung Agung dengan Batari Uma Durgha di Puncak Mundi.
Dari pertemuan dua unsur ciptaan Tuhan inilah yang akan melahirkan sarana
kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut Rambut Sedhana. Baik sarana
hidup untuk memajukan kesejahteraan maupun sarana untuk mempertahankan kesehatan
dan menghilangkan berbagai penyakit.
Upacara pujawali di Pura Dalem
Penataran Peed ini dilangsungkan pada setiap Budha Cemeng Klawu. Hari Budha
Cemeng Klawu ini adalah hari untuk mengingatkan umat Hindu pada hari keuangan
yang disebut Pujawali Batari Rambut Sedhana. Pada hari ini umat Hindu
diingatkan agar uang itu digunakan dengan baik dan setepat mungkin. Uang itu
sebagai alat untuk mendapatkan berbagai sarana hidup agar digunakan dengan
seimbang untuk menciptakan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya. Uang
itu sebagai sarana menyukseskan tujuan hidup mewujudkan Dharma, Artha dan
Kama sebagai dasar mencapai Moksha.
Berdasarkan adanya Pelinggih
Manjangan Saluwang di sebelah barat Tugu Penyimpanan dapat diperkirakan bahwa
Pura Dalem Penataran Peed ini sudah ada sejak Mpu Kuturan mendampingi Raja
memimpin Bali. Pura ini mendapatkan perhatian saat Dalem Dukut memimpin di
Nusa Penida dan dilanjutkan pada zaman kepemimpinan Dalem di Klungkung.
* I Ketut Gobyah |
Pura Penataran Agung Ped
Melalui Semburan Atmosfer Kekuatan
Ratu Gede Nusa
Di sebuah desa, persisnya di Desa
Ped, Sampalan, Nusa Penida, ada sebuah pura yang sangat terkenal di seluruh
pelosok Bali. Pura Penataran Agung Ped nama tempat suci itu. Berada sekitar
50 meter sebelah selatan bibir pantai lautan Selat Nusa. Karena pengaruhnya
yang sangat luas yakni seluruh pelosok Bali, Pura Penataran Agung Ped
disepakati sebagai Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu dipadati pemedek
untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan ketenangan. Hingga
saat ini, pura ini sangat terkenal sebagai salah satu objek wisata spiritual
yang paling diminati.
Pada awalnya, informasi tentang
keberadaan Pura Pentaran Agung Ped sangat simpang-siur. Sumber-sumber
informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan
perdebatan yang lama. Kelompok (Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku
Rumodja -- Mangku Lingsir) menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped.
Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.
Seorang penekun spiritual dan
penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya
tentang Selayang Pandang Pura Ped beranggapan bahwa kedua sebutan dari dua
versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura
Dalem Penataran Ped. Hanya, satu pihak menonjolkan penatarannya. Satu pihak
lainnya lebih menonjolkan dalemnya.
Selain itu, beberapa petunjuk yang
menyebutkan pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem. Dalam buku Sejarah Nusa
dan Sejarah Pura Dalem Ped yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata menyebutkan
Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian nama itu
dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian nama itu
setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara
beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung
kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa.
Saking saktinya, tapel-tapel itu
bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia
maupun tumbuh-tumbuhan. Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal juga sempat
kehilangan tiga buah tapel. Ternyata, begitu menyaksikan tiga tapel yang ada
di Pura Dalem Nusa itu adalah tiga tapel yang sempat menghilang dari
kediamannya. Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu
dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus
melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.
Kesaktian tiga tapel itu bukan
saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh pelosok Bali. Termasuk,
warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti
tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu,
seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem
Nusa.
Sesampainya di sana, klian subak
memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang
menyerang tanaman mereka. Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang,
penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan. Hingga akhirnya warga
subak bisa menikmati hasil tanaman seperti padi, palawija dan lainnya.
Sesuai kaulnya, warga kemudian
menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar
Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga
seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama
Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped).
Meski demikian, hal itu
seolah-olah terbantahkan. Karena seorang tokoh masyarakat Desa Ped, Wayan
Sukasta, secara tegas menyatakan bahwa nama sebenarnya dari pura tersebut
adalah Pura Penataran Agung Ped. Terbukti dari kepercayaan warga-warga
sekitar saat ini. Walaupun ada yang menyebutkan pura itu dengan sebutan Pura
Dalem, yang dimaksud bukanlah Pura Dalem yang merupakan bagian dari Tri
Kahyangan (Puseh, Dalem dan Bale Agung). Melainkan Dalem untuk sebutan Raja
yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. Dalem atau Raja dimaksud adalah
penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling, katanya.
Ada lima lokasi pura yang bersatu
pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara, sebagai tempat berstananya
Batara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai
lautan Selat Nusa. Beberapa meter mengarah ke selatan ada Pura Taman dengan
kolam mengitari pelinggih yang ada di dalamnya. Pura ini berfungsi sebagai
tempat penyucian.
Mengarah ke baratnya lagi, ada
Pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian
penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timurnya ada lagi pelebaan Ratu Mas.
Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Batara-batara
pada waktu ngusaba.
Masing-masing pura dilengkapi
pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura
masing-masing. Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah
berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan
untuk pertunjukan kesenian.
Seluruh bangunan yang ada di Pura
Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran. Kecuali
benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua arca yakni Arca Ratu Gede
Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang ada di Pelebaan
Ratu Mas. Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga
bangunan-bangunan keramat lainnya. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal
itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang
dikeramatkan tersebut.
Adanya perbaikan-perbaikan yang
secara terus-menerus itu, membuat hampir seluruh bangunan yang ada di Pura
Penataran Agung Ped terbentuk dengan plesteran-plesteran permanen dari semen
dan kapur. Termasuk asagan yang lazimnya terbuat dari bambu yang bersifat
darurat, tetapi dibuat permanen dengan plesteran semen. Paling tidak, hal itu
telah memunculkan kesan kaku bagi pura yang diempon 18 desa pakraman tersebut.
Pengemponnya mulai Desa Kutampi ke barat. Adanya sejumlah bangunan-bangunan
pura yang dikeramatkan, berdampak pada lingkungan pura. Atmosfer keramat
diyakini sudah tercipta sejak awal keberadaan pura tersebut.
|
Rabu, 24 Februari 2016
PENANGKAL GELOMBANG TSUNAMI WILAYAH BALI SELATAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
becik jik ...lanturan malih blog niki mangde ajeg!
BalasHapus